Meski keadaannya telah membatasi ruang gerak bagi dirinya, namun Wang  Qianjin tetap optimis jika banyak jalan menuju Roma. Impiannya untuk  menjadi seorang penulis novel, dibuktikannya dengan kondisi yang tak  memungkinkan sekalipun.
Gadis 18 tahun asal Zhenjiang, Provinsi Jiangsu, China bagian timur itu telah menderita lumpuh otak yang mengakibatkan kelumpuhan termasuk tangannya. Meski begitu, Wang tetap bisa menulis kisahnya huruf demi huruf ke layar komputer. Untuk menyelesaikan novelnya, Wang hanya mengandalkan bibirnya. Karena penyakit tersebut, Wang kesulitan untuk menggerakkan tangannya, bahkan ia juga kesulitan dalam berkomunikasi.
Gadis 18 tahun asal Zhenjiang, Provinsi Jiangsu, China bagian timur itu telah menderita lumpuh otak yang mengakibatkan kelumpuhan termasuk tangannya. Meski begitu, Wang tetap bisa menulis kisahnya huruf demi huruf ke layar komputer. Untuk menyelesaikan novelnya, Wang hanya mengandalkan bibirnya. Karena penyakit tersebut, Wang kesulitan untuk menggerakkan tangannya, bahkan ia juga kesulitan dalam berkomunikasi.

Untuk berhubungan dengan dunia luar, Wang hanya mengandalkan sebuah  komputer di rumahnya. Meski tak pernah mengenyam pendidikan formal di  sekolah, ia sangat fasih berkomunikasi dalam bahasa China, walau lewat  ketikan di layar komputer. Ia juga memahami bahasa Jepang dan Korea.  “Saya banyak menonton drama TV yang ada tulisan terjemahannya di layar.  Saya mempelajari itu sekaligus pengucapannya. Saya selalu ingat semua  setelah menontonnya sekali,” katanya seperti dikutip dari laman  orange.co.uk.
Hanya bisa berkomunikasi melalui komputer, Wang sangat menikmati dunia  maya. Ia menulis banyak kisah dengan nama samaran ‘The Exiles Fairy’.  Karya terbarunya, kisah cinta sepanjang 200 ribu karakter yang  menggambarkan perjalanan seorang gadis dari keluarga kaya yang jatuh  cinta dengan seorang gangster.
Ia mengunggah kisahnya bab demi bab. Mendatangkan lebih 340 ribu  pengakses. “Banyak pembaca meninggalkan pesan untuk saya, meminta saya  untuk meng-update lebih cepat, tapi saya hanya bisa menulis secepat saya  bisa,” katanya. Kini, ia berjuang keras menyelesaikan novelnya sesuai  kontrak dengan seorang penerbit online yang menggandengnya. “Saya  menulis mulai jam 9 pagi hingga 1 malam. Selain makan dan tidur, saya  menghabiskan seluruh waktu saya di depan komputer.”
Ayahnya, Wang Yunqi, baru menyadari bakat dan kehebatan putrinya setelah  seorang penerbit online menawarkan kontrak kerja sama untuk sebuah  novel. “Dia hanya tinggal di rumah dan tidak pernah sekolah. Sulit untuk  percaya bahwa dia dapat menulis, bahkan menulis novel,” kata sang ayah.  Celebral palsy merupakan penyakit yang ditandai dengan terganggunya  fungsi otak dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar,  pendengaran, penglihatan, dan kemampuan berpikir.
Penyebabnya belum dapat dipastikan. Namun, banyak yang beranggapan  terjadi akibat kelahiran prematur sehingga bagian otak belum berkembang  sempurna, bayi lahir tidak langsung menangis sehingga otak kekurangan  oksigen, atau adanya cacat tulang belakang dan pendarahan di otak.  Terlepas tingkat keparahan penyakit itu, sosok Wang telah menginspirasi  banyak orang untuk tak menyerah dengan keadaan.
 
 
 
 
 
 
 

0 comments:
Post a Comment